Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 55 Tahun 2024 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 2024 dan diundangkan pada tanggal 14 Oktober 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi, sebagai pengganti Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan ini bertujuan untuk melindungi Warga Kampus dan Mitra Perguruan Tinggi dari kekerasan, mencegah kekerasan dalam pelaksanaan Tridharma, serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari kekerasan.
Bentuk kekerasan yang diatur meliputi:
(1) Kekerasan fisik seperti tawuran, penganiayaan, perkelahian, eksploitasi ekonomi, dan pembunuhan;
(2) Kekerasan psikis seperti pengucilan, penolakan, pengabaian, penghinaan, intimidasi, teror, dan pemerasan;
(3) Perundungan sebagai pola perilaku kekerasan fisik dan/atau psikis yang dilakukan secara berulang dengan ketimpangan relasi kuasa;
(4) Kekerasan seksual dalam 26 bentuk termasuk pelecehan verbal, visual, fisik, hingga perkosaan dan eksploitasi seksual;
(5) Diskriminasi dan intoleransi berdasarkan suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, jenis kelamin, disabilitas, dan identitas lainnya;
(6) Kebijakan yang mengandung kekerasan baik tertulis maupun tidak tertulis.
Perguruan Tinggi wajib membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan beranggotakan minimal 7 orang (gasal) yang terdiri dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa dengan keterwakilan perempuan minimal 2/3 dari jumlah anggota dan mahasiswa minimal 1/3 dari jumlah anggota, yang bertugas selama 2 tahun dan dapat dipilih kembali. Tahapan penanganan kekerasan meliputi:
(1) Pelaporan kepada Satuan Tugas, Perguruan Tinggi, atau Inspektorat Jenderal;
(2) Tindak lanjut pelaporan dengan penelaahan materi paling lama 7 hari;
(3) Pemeriksaan paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang 30 hari;
(4) Penyusunan kesimpulan dan rekomendasi paling lama 7 hari;
(5) Tindak lanjut kesimpulan dan rekomendasi dengan penerbitan keputusan paling lama 5 hari.
Sanksi administratif bagi pelaku terdiri dari sanksi tingkat ringan (teguran tertulis atau permohonan maaf), sanksi tingkat sedang (penurunan jabatan/pencabutan beasiswa/penundaan perkuliahan), dan sanksi tingkat berat (pemberhentian tetap), dengan ketentuan khusus bagi ASN mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Korban, Saksi, dan Pelapor berhak atas pelindungan kerahasiaan identitas, pelindungan dari ancaman, akses layanan pendidikan, pelindungan dari kehilangan pekerjaan, serta layanan pendampingan, pelindungan, dan pemulihan sesuai kebutuhan. Pemimpin Perguruan Tinggi yang belum membentuk Satuan Tugas wajib membentuknya paling lama 6 bulan sejak peraturan ini diundangkan, dengan seluruh ketentuan pelaksanaan dari Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 wajib disesuaikan paling lama 1 tahun terhitung sejak peraturan ini diundangkan.